Post Page Advertisement [Top]

space iklan

Kabar Terkini

Analisis Sains BMKG: Transisi Musim dan Dinamika Atmosfer Picu Peringatan Dini Banjir Ekstrem di Seluruh RI

majalahinspira.com - Penulis

 

Depok, majalahinspira.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi cuaca ekstrem dan banjir yang diprediksi akan menghantam berbagai wilayah di Indonesia sepanjang bulan ini. Peringatan ini didasarkan pada analisis mendalam mengenai dinamika atmosfer dan laut, yang secara ilmiah menunjukkan peningkatan risiko bencana hidrometeorologi.

Secara sains, kondisi ini dipicu oleh fase transisi musim atau pancaroba dari musim kemarau menuju musim hujan, yang terjadi lebih awal di sebagian wilayah. Pada masa transisi ini, karakteristik hujan yang terjadi adalah hujan yang tidak merata, berintensitas sedang hingga lebat, berdurasi singkat, dan bersifat lokal. Hujan seperti ini seringkali disertai fenomena alam lain yang menandakan ketidakstabilan atmosfer, seperti petir, angin kencang, dan sesekali hujan es.

Kepala BMKG menjelaskan bahwa periode puncak musim hujan diprediksi terjadi secara bergelombang di Indonesia. Sebagian besar wilayah Sumatra dan Kalimantan diperkirakan akan mengalami puncak musim hujan pada November hingga Desember 2025. Sementara itu, wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua akan menyusul dengan puncak curah hujan tertinggi pada Januari hingga Februari 2026.

Secara keilmuan, aktivitas cuaca ekstrem saat ini sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor meteorologis dan klimatologis:

  1. Anomali Curah Hujan: Sebagian wilayah Indonesia, bahkan sejak beberapa bulan sebelumnya, sudah mengalami anomali curah hujan di atas normal. Fenomena ini, yang dapat berlanjut hingga Oktober, disebabkan oleh melemahnya Monsun Australia (yang seharusnya membawa sifat kering) dan suhu permukaan laut di perairan selatan Indonesia yang relatif hangat. Suhu permukaan laut yang hangat menjadi sumber penguapan dan pasokan uap air yang melimpah ke atmosfer.

  2. Gelombang Atmosfer Aktif: BMKG mencatat bahwa gelombang atmosfer, seperti gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial, tetap aktif melintasi wilayah Indonesia. Gelombang-gelombang ini berfungsi menggerakkan dan mengumpulkan massa udara basah, sehingga memicu pembentukan awan hujan yang masif.

  3. Konvergensi Angin dan Instabilitas Lokal: Terjadinya konvergensi angin di beberapa wilayah (yakni pertemuan massa udara) menyebabkan akumulasi udara yang memperkuat pertumbuhan awan badai (awan Kumulonimbus). Ditambah dengan instabilitas udara lokal yang tinggi, proses pertumbuhan awan menjadi sangat cepat dan intens, menghasilkan hujan lebat yang ekstrem dalam waktu singkat.

Kondisi cuaca ekstrem yang diakui oleh BMKG berpotensi meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk segera melakukan aksi dini dan meningkatkan kesiapsiagaan, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah rawan. Di sisi lain, kehadiran air hujan yang melimpah ini juga harus disikapi secara bijak dengan tata kelola air yang tepat. BMKG menekankan bahwa air hujan adalah sumber daya yang penting untuk mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan nasional, sehingga perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan maksimal tanpa menimbulkan bencana.

Bottom Ad [Post Page]

Sivitas

Tech

Sains

Biz

Creative

Sandbox

Fit