Gen Z Menganggur, Kewirausahaan Solusinya?
Depok, majalahinspira.com - Angka pengangguran pemuda di Indonesia, khususnya dari generasi Z, semakin menimbulkan kekhawatiran karena studi internasional menunjukkan tren yang memilukan: sekitar 16 persen dari 44 juta pemuda Indonesia berada di luar angkatan kerja, yang lebih tinggi dari negara tetangga Thailand dan Vietnam. Kabar ini dilaporkan Al Jazeera dalam artikel berjudul ‘Indonesia has 44 million youths. It’s struggling to get them jobs’ pada 18 Juli 2025. Sekalipun sebagian Gen‑Z mencoba menjadi wirausahawan, pengangguran tetap mendorong mereka mencari alternatif kerja mandiri.
Global Entrepreneurship Monitor melaporkan bahwa Indonesia memiliki tingkat aktivitas kewirausahaan tahap awal (TEA) tertinggi di ASEAN, mencapai 25,5 persen dari populasi dewasa, dan diperkirakan sebagian Gen-Z memulai usaha mikro atau startup dalam tiga tahun pertama. Faktor penggeraknya antara lain pengangguran tinggi, ketidakpadanan keterampilan (skill mismatch), serta minimnya lapangan kerja formal yang cocok dengan aspirasi muda. Alhasil, banyak pemuda memilih menjadi entrepreneur sebagai solusi kebutuhan dasar.
Data ILO dan GEM menunjukkan bahwa Indonesia mencatat tingkat pengangguran pemuda sekitar 17‑17,1 persen dengan TEA sekitar 24‑25 persen. Bandingannya, Vietnam memiliki pengangguran pemuda sekitar 7,9 persen dan TEA 18,1 persen; Filipina 12,8 persen dengan TEA 19,7 persen; Thailand 6,5 persen dan TEA stagnan sekitar 14,5 persen; Malaysia 11,2 persen dan TEA 10,8 persen; Singapura hanya 4,6 persen pengangguran dan TEA rendah sekitar 6,9 persen. Perbandingan ini menunjukkan bahwa Gen‑Z Indonesia lebih terdorong oleh kebutuhan daripada kesempatan inovasi.
Menurut GEM, jumlah pemuda yang takut gagal saat memulai bisnis meningkat dari 44 persen pada 2019 menjadi 49 persen pada 2024, menandakan hambatan psikologis kewirausahaan Gen‑Z meskipun melihat peluang cukup tinggi. Faktor lain seperti keterbatasan akses pasar dan modal juga melemahkan potensi usaha mereka, ditambah birokrasi yang rumit dan infrastruktur digital yang belum merata.