Penutupan Selat Hormuz Ancam Stabilitas Energi Global, Indonesia Bersiap Hadapi Dampaknya
Depok, majalahinspira.com – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memanas setelah Iran mengisyaratkan kemungkinan penutupan Selat Hormuz, jalur laut strategis yang dilalui sekitar seperlima pasokan minyak mentah dunia. Langkah ini disebut sebagai bagian dari respons terhadap meningkatnya tekanan militer dari Israel dan sekutunya di kawasan tersebut.
Selat Hormuz merupakan urat nadi perdagangan minyak global. Setiap hari, lebih dari 17 juta barel minyak mentah dikapalkan melalui selat yang memisahkan Teluk Persia dan Teluk Oman itu. Apabila jalur ini ditutup, dampaknya diperkirakan akan langsung terasa di pasar energi dunia, terutama dalam bentuk lonjakan harga minyak yang signifikan. Beberapa analis memperkirakan harga minyak dunia dapat melonjak hingga menembus 130 dolar Amerika per barel, tergantung pada durasi dan tingkat gangguan distribusi yang terjadi.
Dampak terhadap perekonomian global pun tidak dapat dihindari. Gangguan pasokan energi akan mendorong naiknya biaya transportasi dan produksi, memicu inflasi di banyak negara, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Negara-negara importir minyak, termasuk Indonesia, berada dalam posisi rentan terhadap tekanan eksternal ini.
Bagi Indonesia, penutupan Selat Hormuz akan berdampak langsung pada anggaran negara, mengingat ketergantungan terhadap impor minyak masih cukup tinggi. Kenaikan harga minyak global akan meningkatkan beban subsidi bahan bakar yang selama ini ditanggung oleh pemerintah. Hal ini bisa memperlebar defisit fiskal dan menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Selain itu, sektor industri dan transportasi yang bergantung pada energi fosil akan terdampak akibat tingginya harga bahan bakar dan logistik. Harga barang dan jasa berpotensi meningkat, mendorong inflasi domestik yang dapat menggerus daya beli masyarakat.
Pemerintah Indonesia kini dihadapkan pada tantangan untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Diversifikasi sumber energi, percepatan transisi ke energi terbarukan, serta diplomasi internasional dalam menjaga stabilitas kawasan menjadi langkah strategis yang perlu segera ditempuh. Selain itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bersama Kementerian ESDM diperkirakan akan memantau ketat pergerakan harga minyak dunia dan menyiapkan langkah antisipatif terhadap dampak yang lebih luas.
Meskipun situasi Selat Hormuz belum mencapai tahap penutupan total, ancaman ini menjadi pengingat penting bagi Indonesia untuk memperkuat kemandirian energi serta ketahanan ekonominya dari gejolak geopolitik global.